Tangga Kepemimpinan {5}

Tangga Ke-5 : Pemimpin Abadi


(Baca:Al-Qalam:4)

Cerita yang diambil oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu; ketika bertanya kepada rasulullah dan dijawab:
Ma’rifat adalah modalku,
Akal pikiran adalah sumber agamaku,
Rindu -kendaraanku,
Berzikir kepada  Allah-Kawan dekatku,
Keteguhan-perbendaharaanku,
Duka adalah kawanku,
Ilmu adalah senjataku,
Ketabahan adalah pakaianku,
Kerelaan-sasaranku,
Faqr  adalah kebanggaanku,
Menahan diri adalah pekerjaanku,
Keyakinan-makananku,
Kejujuran-perantaraku,
Ketaatan dalah ukuranku,
Berjihad-perangaiku,
Dan hiburanku adalah dalam sembahyang.

Pelajarilah kata-kata di atas satu persatu, maka akan anda temukan kunci dari semua landasan tentang kepemimpinan Rasulullah, sehingga dia berhasil mencapai puncak tangga tertinggi kepemimpinannya. Dia berhasil memimpin dunia dengan suara hatinya, dan diikuti oleh suara hati pengikutnya. Dia bukan hanya seorang pemimpin manusia, namun dia adalah pemimpin segenap hati manusia. Ia adalah pemimpin Abadi.

(Baca:Ar-Ra’d:27)

Referensi:
ESQ-ha;aman 112-113

Tangga Kepemimpinan {4}

Tangga Ke-4 : Pemimpin yang Berkepribadian


Pekerjaan inilah yang sebenarnya paling berat, memimpin diri sendiri melawan hawa nafsu, adalah sebuah disiplin diri. Disiplin diri ini adalah bagaimana mencapai apa yang sungguh-sungguh diharapkan dengan tidak melakukan hal-hal yang diinginkan.

Musuh yang paling berat sebenarnya adalah diri sendiri, dan seorang pemimpin harus mengenali siapa lawan dan siapa kawan didalam dirinya. Tanpa pengetahuan tentang hal ini maka dia akan menjadi budak dari pemikiran yang diciptakannya sendiri.

Saya akan menceritakan sekelumit kisah heroik perang Badar, di mana di dalamnya terjadi dua peperangan, yaitu peperangan melawan diri sendiri, antara ketakutan dan keberanian, dan inilah peperangan sesungguhnya, melawan tentara quraisy. Saya berharap anda mampu mengambil teladan dari kisah-kisah nyata di bawah ini, meskipun tidak saya ungkapkan maknanya secara keseluruhan, namun ini menyangkut juga peperangan di dalam diri kita sendiri.

Pada hari kedelapan bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah, nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat meninggalkan Madinah. Maereka berangkat untuk berperang melawan kaum musyrik bangsa Quraisy yang selama ini menginjak-injak kaum muslimin. Jumlah mereka 350 orang dan mereka membawa 70 ekor unta yang dianaiki secara silih berganti. Dalam hal ini, Muhammad juga mendapat bagian yang sama – Dia, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dan Marthad bin Marthad Al Gharawi bergantian naik seokor unta.62

Setelah mereka mendekati mata air, Muhammad berhenti. Ada seorang yang bernama Hubab bin Mundhir  bin  Jamuh, orang yang paling banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun ditempat  tersebut, ia bertanya :”Rasulullah, bagaiman pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak akan maju atau mundur setapak pun dari temoat ini. Ataukah ini pendapat tuan sendiri, atau suatu taktik belaka?” Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab Muhammad. “Rasulullah,” katanya lagi, “Kalau begitu, tidak tepat kita berhenti di sini. Mari kita pindah sampai ke tempat mata airt terdekat dari mereka (musuh), lalu sumur-sumur kering yang di belakang itu kita timbun. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.”Melihat saran yang begitu tepatr itu, Muhammad dan rombingannya secara segera pula bersiap-siap mengikuti pendpat temannya itu.63

Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana dia mampu mendahulukan dan mendukung pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun dia adalah seorang Rasul yang sangat disegani. Nabi mengutus kurir untuk mengumpulkan informasi dari sebuah temapat di Badar. Mereka tidak berhasil mengetahui jumlah bala tentara pihak Quraisy. Ditanya lagi kurir tersebut oleh Muhammad: “Berapa ekor ternak yang mereka potong itpa hari?” Kadang-kadang sehari sembilan, kadang sehari sepuluh ekor,” jawab mereka. Dengan demikian nabi dapat mengambil kesimpulan, bahwa mereka terdiri dari antara 900 sampai 1000 orang. bJuga dari kedua orang (kurir) itu dapat diketahuai bahwa bangsawan-bangsawan Quraisy ikut serta memperkuat diri. Lalu katanya kepada sahabat-sahabatnya:”Lihat, sekarang Mekah (musuh) sudah menghadapkan semua bunga-bunga bangsanya kepada kita.”64

Kalimat itu memberikan dorongan semangat kepada para sahabat mengingat jumlah lawan jauh lebih besar dan dengan perlengkapan yang lebih baik. Mereka harus siap menghadapi peperangan sengit dan dahsyat, yang takkan dapat dimenangkan kecuali oleh iman yang kuat memenuhi kalbu, iman dan kepercayaan akan adanmya kemenangan. Inilah kemenangan pertama, sebelum peperangan sesungguhnya dimulai, yaitu peperangan melawan diri sendiri, ketika menghadapi dan mengalahkan rasa takut melihat lawan yang jumlahnya tiga kali lebih kuat.

Sekarang jumlah pasukan yang tidak seimbang itu sudah berdekatan. Tiga ratus orang melawan seribu orang. Diawali dengan duel satu persatu antara Aswad bin Abd’l-‘Asad dari Quraisy melawan Hamzah dari pihak muslimin. Dengan cepat Hamzah mengayunkan pedangnya ke kaki Aswad. Aswad terjatruh dengan kaki terluka. Sekali lagi Hamzah mengayunkan pedangnya. Aswad tewas tersungkur. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berhadapan dengan Ubaida bin ‘L-Harith. Ubaida tewas terbunuh di tangan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.

Pada Jum’at 17 Ramadhan itulah kedua pasukan berhadap-hadapan muka. Sekarang Muhammad sendiri yang tampil memimpin kaum muslimin, mengatrur barisan. Dilihatnya pasukan Quraisy yang begitu besar jumlahnya, sedang anak buahnya sedikit sekali—Jiwanya begitu kuat, yang telah diberikan Tuhan, begitu tinggi melampaui segala kekuatan; yang telah tertanam pula dengan ajarannya ke dalam jiwa orang-orang beriman. Dan kekuatan mereka itu sudah melampaui semangat mereka sendiri. Setiap orang dari mereka sama dengan dua orang, bahkan sama dengan sepuluh orang.

Diambilnya segenggam pasir, dihadapkannya kepada Quraisy, “Celakalah wajah-wajah mereka itu!” katanya sambil menaburkan pasir itu ke arah mereka. Lalu memberi  komando, “Serbu!”65 Serentak pihak muslimin menyerbu ke depan. Jiwa mereka sudah penuh terisi oleh semangat dari Tuhan.Malaikat maut sibuk memunguti nyawa dari leher orang-orang kafir Quraisy. Ternyata kemenangan berada di pihak orang-orang Islam. Orang Quraisy kabur. Kaum muslimin terus mengejar mereka. Inilah perang badar, yang  kemudian memberikan tempat dan contoh kepada umat Islam. Contoh kepemimpinan Rasulullah sebagai seorang pemimpin yang telah membuktikan diri bahwa kata-katanya sungguh-sungguh sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan. Dia tidak hanya sebagai pemimpin yang dicintaiu, dipercaya, dan pembimbing, tetapi juga seorang pemimpin yang sangat pemberani.

(Baca:Al-Baqarah:119)

Catatan Kaki:

62, M.H. Haekal, Op. Cit., hal. 245.
63,Ibid. hal. 250.
64,Ibid. hal.248.


Referensi:
ESQ halaman 109-111