Tangga Ke-4 : Pemimpin yang Berkepribadian
Pekerjaan inilah yang sebenarnya paling berat, memimpin diri
sendiri melawan hawa nafsu, adalah sebuah disiplin diri. Disiplin diri ini
adalah bagaimana mencapai apa yang sungguh-sungguh diharapkan dengan tidak melakukan
hal-hal yang diinginkan.
Musuh yang paling berat sebenarnya adalah diri sendiri, dan
seorang pemimpin harus mengenali siapa lawan dan siapa kawan didalam dirinya.
Tanpa pengetahuan tentang hal ini maka dia akan menjadi budak dari pemikiran
yang diciptakannya sendiri.
Saya akan menceritakan sekelumit kisah heroik perang Badar,
di mana di dalamnya terjadi dua peperangan, yaitu peperangan melawan diri
sendiri, antara ketakutan dan keberanian, dan inilah peperangan sesungguhnya,
melawan tentara quraisy. Saya berharap anda mampu mengambil teladan dari
kisah-kisah nyata di bawah ini, meskipun tidak saya ungkapkan maknanya secara
keseluruhan, namun ini menyangkut juga peperangan di dalam diri kita sendiri.
Pada hari kedelapan bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah, nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat meninggalkan Madinah.
Maereka berangkat untuk berperang melawan kaum musyrik bangsa Quraisy yang
selama ini menginjak-injak kaum muslimin. Jumlah mereka 350 orang dan mereka
membawa 70 ekor unta yang dianaiki secara silih berganti. Dalam hal ini,
Muhammad juga mendapat bagian yang sama – Dia, Ali bin Abi Thalib radhiallahu
‘anhu dan Marthad bin Marthad Al Gharawi bergantian naik seokor unta.62
Setelah mereka mendekati mata air, Muhammad berhenti. Ada
seorang yang bernama Hubab bin Mundhir
bin Jamuh, orang yang paling
banyak mengenal tempat itu, setelah dilihatnya Nabi turun ditempat tersebut, ia bertanya :”Rasulullah, bagaiman
pendapat tuan berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita tak
akan maju atau mundur setapak pun dari temoat ini. Ataukah ini pendapat tuan
sendiri, atau suatu taktik belaka?” Sekedar pendapat dan taktik perang,” jawab
Muhammad. “Rasulullah,” katanya lagi, “Kalau begitu, tidak tepat kita berhenti
di sini. Mari kita pindah sampai ke tempat mata airt terdekat dari mereka
(musuh), lalu sumur-sumur kering yang di belakang itu kita timbun. Selanjutnya
kita membuat kolam, kita isi air sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang.
Kita akan mendapat air minum, mereka tidak.”Melihat saran yang begitu tepatr
itu, Muhammad dan rombingannya secara segera pula bersiap-siap mengikuti
pendpat temannya itu.63
Inilah sebuah teladan dari sikap demokratis Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana dia mampu mendahulukan dan mendukung
pendapat dari salah satu anak buahnya di muka para pengikutnya, meskipun dia
adalah seorang Rasul yang sangat disegani. Nabi mengutus kurir untuk
mengumpulkan informasi dari sebuah temapat di Badar. Mereka tidak berhasil
mengetahui jumlah bala tentara pihak Quraisy. Ditanya lagi kurir tersebut oleh
Muhammad: “Berapa ekor ternak yang mereka potong itpa hari?” Kadang-kadang
sehari sembilan, kadang sehari sepuluh ekor,” jawab mereka. Dengan demikian
nabi dapat mengambil kesimpulan, bahwa mereka terdiri dari antara 900 sampai
1000 orang. bJuga dari kedua orang (kurir) itu dapat diketahuai bahwa
bangsawan-bangsawan Quraisy ikut serta memperkuat diri. Lalu katanya kepada
sahabat-sahabatnya:”Lihat, sekarang Mekah (musuh) sudah menghadapkan semua
bunga-bunga bangsanya kepada kita.”64
Kalimat itu memberikan dorongan semangat kepada para sahabat
mengingat jumlah lawan jauh lebih besar dan dengan perlengkapan yang lebih
baik. Mereka harus siap menghadapi peperangan sengit dan dahsyat, yang takkan
dapat dimenangkan kecuali oleh iman yang kuat memenuhi kalbu, iman dan
kepercayaan akan adanmya kemenangan. Inilah kemenangan pertama, sebelum
peperangan sesungguhnya dimulai, yaitu peperangan melawan diri sendiri, ketika
menghadapi dan mengalahkan rasa takut melihat lawan yang jumlahnya tiga kali
lebih kuat.
Sekarang jumlah pasukan yang tidak seimbang itu sudah
berdekatan. Tiga ratus orang melawan seribu orang. Diawali dengan duel satu
persatu antara Aswad bin Abd’l-‘Asad dari Quraisy melawan Hamzah dari pihak
muslimin. Dengan cepat Hamzah mengayunkan pedangnya ke kaki Aswad. Aswad
terjatruh dengan kaki terluka. Sekali lagi Hamzah mengayunkan pedangnya. Aswad
tewas tersungkur. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berhadapan dengan Ubaida
bin ‘L-Harith. Ubaida tewas terbunuh di tangan Ali bin Abi Thalib radhiallahu
‘anhu.
Pada Jum’at 17 Ramadhan itulah kedua pasukan
berhadap-hadapan muka. Sekarang Muhammad sendiri yang tampil memimpin kaum
muslimin, mengatrur barisan. Dilihatnya pasukan Quraisy yang begitu besar
jumlahnya, sedang anak buahnya sedikit sekali—Jiwanya begitu kuat, yang telah
diberikan Tuhan, begitu tinggi melampaui segala kekuatan; yang telah tertanam
pula dengan ajarannya ke dalam jiwa orang-orang beriman. Dan kekuatan mereka
itu sudah melampaui semangat mereka sendiri. Setiap orang dari mereka sama
dengan dua orang, bahkan sama dengan sepuluh orang.
Diambilnya segenggam pasir, dihadapkannya kepada Quraisy,
“Celakalah wajah-wajah mereka itu!” katanya sambil menaburkan pasir itu ke arah
mereka. Lalu memberi komando, “Serbu!”65
Serentak pihak muslimin menyerbu ke depan. Jiwa mereka sudah penuh terisi oleh
semangat dari Tuhan.Malaikat maut sibuk memunguti nyawa dari leher orang-orang
kafir Quraisy. Ternyata kemenangan berada di pihak orang-orang Islam. Orang
Quraisy kabur. Kaum muslimin terus mengejar mereka. Inilah perang badar,
yang kemudian memberikan tempat dan
contoh kepada umat Islam. Contoh kepemimpinan Rasulullah sebagai seorang
pemimpin yang telah membuktikan diri bahwa kata-katanya sungguh-sungguh sesuai
dengan pelaksanaannya di lapangan. Dia tidak hanya sebagai pemimpin yang
dicintaiu, dipercaya, dan pembimbing, tetapi juga seorang pemimpin yang sangat
pemberani.
(Baca:Al-Baqarah:119)
Catatan Kaki:
62, M.H. Haekal, Op. Cit., hal. 245.
63,Ibid. hal. 250.
64,Ibid. hal.248.
Referensi:
ESQ halaman 109-111