Hikmah di balik kematian yang dirahasiakan



Orang yang tahu kapan ia mati akan menjadi sandera bagi waktu kematiannya. Ia akan selalu memikirkannya hingga pupuslah semua harapannya.

Ia takkan bergairah untuk melakukan sesuatu meski waktunya masih panjang. Sebab seseorang bisa berbuat ini dan itu karena merasa akan hidup selamanya dan menguasai dunia. Kalau bukan karena ketidaktahuannya akan hari kematiannya, niscaya ia takkan berselera untuk makan dan minum. pasti ketaatan yang dilakukannya karena keterpaksaan, dan hidupnya serasa tak bermakna sama sekali. Semua orang akan hidup tanpa harapan, dan berjalan menuju waktu dab tempat yang telah diketahui untuk menyerahkan nyawa mereka dan mati,

Sebab itulah  Allah merahasiakan waktu dan tempatnya, agar kehidupan ini dapat berjalan normal dan menjadi ujian bagi manusia; siapa-siapa diantara mereka yang paling baik amalnya. Yang jelas, kematian pasti datang, ia pasti menjemput semua orang, namun hanya Allah semata yang tahu akan waktu dan tempatnya.

Al-Imam Hasan al-Bashri demikian blak-blakan tatkala menggambarkan kematian. 
Beliau mengatakan,
“Tak berlalu seharipun melainkan Malaikat Maut mengecek setiap rumah tiga kali.
Jika ia mendapati ada diantara penghuni rumah tersebut yang telah menghabiskan jatah rezekinya dan tiba ajalnya, ia akan mencabut ruhnya. 
Jika ruhnya telah dicabut, datanglah sanak kerabatnya menangisi kepergiannya. Saat itulah Malaikat Maut memegang kedua pilar pintu seraya berkata,  
“Aku tak punya dosa terhadap kalian, aku hanya menuruti perintah. 
Demi Allah, aku tak pernah memakan rezeki kalian, tak pernah menghabiskan umur kalian dan tak mengurangi ajal kalian. 
Tapi aku akan kembali mengunjungi kalian, dan kembali lagi hingga tak ada dari kalian yang kusisakan.” 
Beliau melanjutkan, “Demi Allah, andaikata mereka melihat malaikat tersebut dan mendengar ucapannya, pastilah mereka melupakan si mayit dan menangisi diri mereka sendiri.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam Dzikr al- Qubuur dan Abu Syaikh al-Asbahani dalam kitab al-adhaamah. Lihat al-Habaaik fii Akhbaar dan al-Malaaik as-Suyuthi)
Referensi:
Andai Si Mati Bisa Berbicara - "Angan-angan mereka yang telah tiada" oleh Sufyan Bin Fuad Baswedan | halaman 30 - 31